Sunday, October 18, 2015

Makalah IPI: Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam

A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan Islam
            Lembaga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bakal dari sesuatu, asal mula yang akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk, wujud, rupa, acuan, ikatan, badan atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas terutama dalam bidang keilmuan. 
Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan.

            Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/ lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.
            Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Pendidikan islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lemmbga juga disebut institusi atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relative tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.[1]
            Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) asosiasi, misalnya universitas atau persatuan, (2) organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah, (3) pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu.[2] Dalam islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat berubah.
a. Lembaga yang Tidak Dapat Berubah
1. Rukun iman, lembaga kepercayaan manusia kepada Tuhan, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir.
2. Ikrar keyakinan (bacaan syahadat), lembaga yang merupakan pernyataan atas kepercayaan manusia.
3. Thaharah, penyucian manusia dari segala kotoran lahir dan batin.
4. Shalat.
5. Zakat.
6. Puasa.
7. Haji.
8. Ihsan, lembaga meningkatkan amal dan ibadah manusia.
9. Ikhlas, lembaga pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal.
10. Takwa, cara untuk membedakan tingkat dan derajat.
b. Lembaga yang Dapat Berubah
1. Ijtihad, upaya yang sungguh-sungguh dalam merumuskan suatu keputusan masalah.
2. Fikih, lembaga hukum islam yang dupayakan oleh manusia melalui lembaga ijtihad.
3. Akhlak.
4. Lembaga ekonomi.
5. Lembaga pergaulan sosial.
6. Lembaga politik.
7. Lembaga seni.
8. Lembaga Negara.
9. Lembaga IPTEK.
10. Lembaga pendidikan.
            Jadi, lembaga pendidikan islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah.

B. Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka. (Q.S. at-tahrim: 6)
2. Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiiki  keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia dunia akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa. (Q.S. al-baqarah: 201, al-qashash: 77)
3. Prinsip pembentukkan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya umtuk menghambakan diri pada Khaliknya. (Q.S. al-Mujadilah: 11).[3]
4. Prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan. (Q.S. ali Imran: 104, 110)
5. Prinsip pengembangan daya fikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.

C. Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Islam
Seorang ahli filsafat antropologi dan fenomenologi bernama Langeveld, menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah:
1. Lembaga Keluarga yang mempunyai wewenang bersifat kodrati.
2. Lembaga Negara yang mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang.
3. Lembaga Gereja yang mempunyai wewenang berasal dari amanat Tuhan.
 Sebaliknya, Ki Hajar Dewantara (RM Soewardi Soerjaningrat) memfokuskan penyelenggara lembaga pendidikan dengan “Tricentra” yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting baginya. Tricentra itu ialah:
a. Alam Keluarga yang membentuk lembaga pendidikan keluarga.
b. Alam Perguruan yang membentuk lembaga pendidikan sekolah.
c. Alam Pemuda yang membentuk lembaga masyarakat.
            Menurut Sidi Gazabla, yang berkewajiban menyelenggarakan lembaga pendidikan adalah:
1) Rumah Tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara,teman sepermainan dan kenalan pergaulan.
2)  Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3) Kesatuan Sosial, yaitu pendidik tertier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat- istiadat, suasana masyarakat setempat.

D. Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan Islam
            Menurut al-Nahlawi, kewajiban orang tua dalam pendidikan anak-anaknya adalah: (1) menegakkan hukum-hukum Allah SWT pada anaknya, (2) merealisasikan ketentraman dan kesejahteraan jiwa keluarga, (3) melaksanakan perintah agama dan perintah Rasulullah SAW, (4) mewujudkan rasa cinta kepada anak-anak melalui pendidikan.
            Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya adalah: (1) dasar pendidikan budi pekerti, (2) dasar pendidikan sosial; melatih anak dalam tat cara bergaul yang baik terhadap lingkungannya, (3) dasar pendidikan intelek, (4) dasar pembentukkan kebiasaan; membiaakan kepadaa anaknya agar hidup bersih, teratur, tertib, disiplin, rajin yang dilaksanakan secara berangsur-angsur tanpa paksaan, (5) dasar pendidikan kewarganegaraan; memberikan norma nasionalisme dan patriotism, cinta tanah air daan berperikemanusiaan yang tinggi,[4] (6) dasar pendidikan agama; melatih dan mambiasakan ibadah kepada Allah SWT.
            Hasil pendidikan yang disampaikan oleh ayah dan ibu memiliki corak yang berbeda. Perbedaan itu ialah:
1. Ayah
            Ayah merupakan sumber kekuasaan yang memberikan pendidikan anaknya tentang manajemen dan kepemimpinan, memberikan perasaan aman dan perlindungan, sehingga ayah memberikan pendidikan sikap yang bertanggung jawab dan waspada. Ayah memberikan pendidikan berupa sikap tegas, berlaku rasional sehingga menghasilkan kecerdasan intelektual.
2. Ibu
            Ibu sebagai sumber kasih saying yang memberikan pendidikan sifat ramah tamah, asah, asih, dan asuh kepada anaknya, menciptakan suasana dinamis dan harmonis, dan sebagai pendidik bidang emosi anak yang dapat mendidik anaknya berupa kepekaan daya rasa dalam memandang sesuatu, yang melahirkan kecerdasan emosional.

E. Masjid sebagai Lembaga Pendidikan Islam
            Secara harfiah, masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Secara terminology, masjid adalah tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti luas.
            Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana zaman Nabi Muhammad SAW. Hal itu terjadi karena lembaga sosial keagamaan semakin memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat sholat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan pusat pemukiman, serta tempat ibadah dan i’tikaf.[5]
            Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan islam adalah: (1) mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allaah SWT, (2) Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas, mentadarkan hak dan kewajiban sebagai insane pribadi, sosial dan warga Negara, (3) memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, perenungan, optimisme, dan mengadakan penelitian.

F. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam
            Kehadiran kerajaan Bani Umayyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok pesantren).
Di Indonesia, istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondik pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan islam, yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung dengan adanya pemondokkan atau asrama sebagai tempat tinggal santri.
            Tujuan terbentuknya pondok pesantren[6] adalah: (1) tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkpribadian Islam,  yang dengan ilmunya dia dapat menjadi mubaligh dalam masyarakat sekitar, (2) tujuan Khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
            Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran:
1. Metode wetonan (halaqah). Kiai membacakan kitab, para santri juga menyimak bacaan kiai pada kitab masing-masing.
2. Metode sorogan. Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab pada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai.
            Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal ataupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren melakukan beberapa inovasi, yaitu: (1) mulai akrab dengan metodologi modern, (2) terbuka atas perkembangan di luar dirinya, (3) diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka, sekaligus membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja, (4) berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

G. Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul dari penduduk “Nisapur” tetapi tersiarnya melalui menteri Saljuqi yang bernama “Nizam Am-Mulk” yang mendirikan madrasah Nizomiyah (th 1065). Selanjutnya Gibb dan Krames menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah Nizam Al-Mulk adalah Shalahuddin Al-Ayyuni.
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu :
1. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka.
4. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren disistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.

H. Tantangan Lembaga Pendidikan Islam dalam Transformasi Sosial Budaya
Transformasi sosial budaya berarti modifikasi dalam setiap aspek proses sosial budaya, pola sosial budaya, bentuk-bentuk sosial budaya. Perubahan ini bersifat progresif dan regresif, berencana dan tidak, permanen dan sementara, undirectional dan multidirectional, menguntungkan dan merugikan.
Bentuk-bentuk transformasi sosial budaya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Evolusi Sosial (Sosial Evolution)
Perkembangan gradual, yaitu perkembangan wajar karena adanya kerja sama yang harmonis antara manusia dan lingkungannya. Perubahan ini dibedakan atas :
a. Evolusi Kosmis (Cosmis Evolution), yaitu perubahan alamai yang tumbuh berkembang, mundur lalu pudar.
b. Evolusi Organis (Organic Evolution), yaitu perubahan untuk mempertahankan diri dari kebutuhannya dalam lingkungan yang berkembang.
c. Evolusi Mental (Mental Evolution) yaitu menyangkut perubahan pandangan dan sikap hidup.
2. Gerakan Sosial (Sosial Mobility)
Suatu keinginan akan perubahan yang diorganisasikan karena dorongan masyarakat ingin hidup dalam keadaan yang lebih baik dan lebih cocok dengan keinginannya.
3. Revolusi Sosial (Sosial Revolution)
Suatu perubahan paksaan yang umumnya didahului oleh ketidakpuasan yang menumpuk tanpa pemecahan dan analisis, sehingga jurang antara harapan dan pemenuh kebutuhan menjadi semakin lebar tak terjembatani.
Bentuk-bentuk tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Islam adalah :
a. Politik
Kehidupan politik khususnya politik negara banyak berkaitan dengan masalah cara negara itu membimbing, mengarahkan dan mengembangkan kehidupan bangsa jangka panjang. Suatu lembaga pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik negara, akan mendapatkan tekanan (presure) terhadap cita-cita kelembagaan dari politik tersebut.
b. Kebudayaan
Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi semacam ini menyebabkan proses akulturasi, yaitu faktor nilai yang mendasari  kebudayaannya sendiri sangat menentukan keeksistensian kebudayaan tersebut. Dalam menghadapi hal yang tidak diinginkan, dibutuhkan sikap kreatif dan wawasan pengetahuan yang dapat menjangkau masa depan bagi eksistensi kebudayaan dan kehidupannya.
c. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Teknologi sebagai ilmu terapan merupakan hasil kemajuan kebudayaan manusia, yang banyak bergantung pada manusia yang menggunakannya, dan lembaga pendidikan kita dituntut agar mampu mendasari teknologi tersebut dengan norma-norma agama sehingga hasil teknologi manusia berdampak positif bagi kehidupan.
d. Ekonomi
Ekonomi merupakan tolak punggung kehidupan bangsa yang dapat menentukan maju mundurnya suatu proses pembudayaan bangsa. Perkembangan ekonomi banyak diwarnai oleh sistem pendidikan, demikian sebaliknya. Di sini pendidik dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, sehingga diadakan “ekonomi penddikan” sebagai perencanaan pendidikan dalam sektor ekonomi.
e. Masyarakat dan Perubahan Sosial
Perubahan yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial sering kali mengalami ketidakpastian tujuan serta tak terarah tujuan yang disepakati. Di sinilah pendidik sebagai pengarah yang rasional dan konstruktif, sehingga problem-problem sosial dapat dipecahkan mengingat lembaga pendidikan Islam sebagai lembaga kemasyarakatan yang berfungsi sebagai “agen sosial of change”.
f. Sistem Nilai
Sistem nilai dijadikan tolak ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi pengendali, namun sekarang perubahan itu menghilangkan nilai tradisi yang ada, lembaga pendidikan di sini sangat diperlukan karena salah satu fungsi lembaga pendidikan yaitu mengawetkan sistem nilai yang telah dikembangkan oleh masyarakat.




[1] Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: Kanisius, 1988), h. 144.
[2] Tim Depag RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Sosiologi, (Jakarta: P3AI-PTU, 1988), h. 108.
[3]Arifin HM, Ilmu pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 39-40.
[4]Ali Saifullah, Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1989), h. 111.
[5]Tim Depag RI, Islam Untuk Pendidikan ..., (Jakarta: P3AI-PTU, 1984), h. 180-183.
[6]Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h 248. 

Related Posts

Makalah IPI: Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.