BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan
suatu keharusan bagi bangsa Indonesia apalagi pada era globalisasi yang
menuntut kesiapan setiap bangsa untuk bersaing secara bebas. Pada era globalisasi
hanya bangsa-bangsa yang berkualitas tinggi yang mampu bersaing atau
berkompetisi di pasar bebas. Dalam hubungannya dengan budaya kompetisi
tersebut, bidang pendidikan memegang peranan yang sangat penting dan strategis
karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan kualitas sumber daya
manusia, oleh karena itu sudah semestinya kalau pembangunan sektor pendidikan
menjadi prioritas utama yang harus dilakukan pemerintah.
Inovasi dan upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
telah lama dilakukan. Berbagai inovasi dan program pendidikan juga telah
dilaksanakan, antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar,
peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui pelatihan dan
peningkatan kualitas pendidikan mereka, peningkatan manajemen pendidikan dan
pengadaan fasilitas lainnya. Semuanya itu belum menampakkan hasil yang
menggembirakan.
Salah satu indikator pendidikan berkualitas adalah perolehan
hasil belajar yang maksimal oleh siswa, baik itu hasil belajar dalam bentuk kognitif,
afektif maupun psikomotor. Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kegiatan
proses belajar mengajar yang didalamnya terdapat beberap faktor yang merupakan
penentu lancar atau tidaknya kegiatan proses belajar mengajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1991 dalam
pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai
pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan
spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu
mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah
diperolehnya.
Sedangkan menurut Mortimer J. Adler dalam “Pendidikan adalah
dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang
dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan yang baik
melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk
membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu
kebiasaan yang baik”
Dari kedua pendapat di atas, maka sudah jelas terlihat bahwa
hanya dengan proses pendidikan yang baik, akan melahirkan manusia-manusia yang
berkualitas yang sangat berguna bagi keberhasilan pembangunan. John C. Bock
(dalam Zamroni, 2000 : 2), mengidentifikasi peranan pendidikan sebagai berikut
: (a) memasyarakatkan idiologi dan nilai-nilai sosio kultural bangsa, (b)
mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong
perubahan sosial dan (c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan.
Begitu pula halnya bila kita lihat dalam proses belajar
mengajar geografi. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam mempelajari
geografi akan melakukan kegiatan lebih cepat dibandingkan dengan siswa
yang kurang termotivasi dalam mempelajari geografi. Siswa yang yang memiliki
motivasi yang tinggi dalam mempelajari geografi maka prestasi yang diraih juga
akan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut menjadi landasan bagi penulis
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan
Prestasi Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1.
Seberapa besarkah motivasi belajar siswa?
2.
Seberapa besarkah tingkat prestasi siswa?
3.
Apakah terdapat hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui besarnya motivasi belajar siswa.
2.
Untuk mengetahui tingkat prestasi siswa.
3.
Untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa.
D. Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan yang positif bagi
pelaksanaan proses pembelajaran, dikaitkan dengan hubungan antara motivasi belajar
dengan prestasi siswa.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sendiri guna
meningkatkan profesionalisme di bidang penelitian dan pengajaran.
3.
Hasil penelitian ini berguna untuk memenuhi tugas dan persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian Motivasi Belajar Siswa
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks
studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
(1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi
atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8)
arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Untuk memahami tentang motivasi, kita
akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi);
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
(4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan
nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis)
dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain,
misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara
membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis
dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa lebih tepat
apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan
sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : (a) Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang; (b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan
fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif
dalam pemuasannya. (c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik
jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat
berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi.
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi
tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2)
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
B. Fungsi Motivasi
Motivasi mempunyai fungsi yang penting dalam belajar, karena
motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan siswa. Hawley
(Yusuf 1993 : 14) menyatakan bahwa para siswa yang memiliki motivasi tinggi,
belajarnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya
rendah. Hal ini dapat dipahami, karena siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi akan tekun dalam belajar dan terus belajar secara kontinyu tanpa
mengenal putus asa serta dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat
mengganggu kegiatan belajar yang dilakukannya.
Sardiman
(1988 : 84) mengemukakan ada tiga fungsi motivasi, yaitu :
- Mendorong manusia untuk
berbuat. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dikerjakan.
- Menuntun arah perbuatan, yakni
ke arah tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian motivasi dapat memberi
arah, dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
- Menyeleksi perbuatan, yakni
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna
mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Syaodih
(dalam Riduwan, 2005 : 200) menyatakan fungsi dari motivasi adalah:
- Mendorong anak dalam
melaksanakan sesuatu aktivitas dan tindakan
- Dapat menentukan arah perbuatan
seseorang
- Motivasi berfungsi dalam
menyeleksi jenis-jenis perbuatan dan aktivitas seseorang.
Aspek motivasi dalam keseluruhan proses belajar mengajar
sangat penting, karena motivasi dapat mendorong siswa untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Motivasi
dapat memberikan semangat kepada siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan
memberi petunjuk atas perbuatan yang dilakukannya. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka harus dilakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi belajar
yang tinggi. Dengan demikian siswa yang bersangkutan dapat mencapai hasil
belajar yang optimal.
C. Peranan Motivasi dalam Belajar
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu
perbuatan atau tindakan. Perbuatan belajar pada siswa terjadi karena adanya
motivasi untuk melakukan perbuatan belajar. Motivasi dipandang berperan dalam
belajar karena motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
- Motivasi menentukan tingkat
berhasil atau kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi
kiranya sulit untuk berhasil.
- Pengajaran yang bermotivasi
pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan,
dorongan, motif, minat yang dimiliki oleh siswa.
- Pengajaran yang bermotivasi
membentuk aktivitas dan imaginitas pada guru untuk berusaha secara
sungguh-sungguh mencari cara-cara yang sesuai dan serasi guna
membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru senantiasa
berusaha agar siswa-siswa pada akhirnya memiliki (self motivation)
yang baik.
- Berhasil atau tidak berhasilnya
dalam membangkitkan penggunaan motivasi dalam pengajaran sangat erat
hubungan dengan aturan disiplin dalam kelas. Ketidakberhasilan dalam hal
ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin dalam kelas.
- Azas motivasi menjadi salah
satu bagian yang integral dari asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi
dalam mengajar bukan saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga
menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian
pengajaran yang berasaskan motivasi adalah sangat penting dalam proses
belajar dan mengajar.
- Siswa dalam belajar hendaknya
merasakan adanya kebutuhan psikologis yang normatif. Siswa yang
termotivasi dalam belajarnya dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku
yang menyangkut minat, ketajaman, perhatian, konsentrasi, dan ketekunan.
Siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajarnya menampakkan
keengganan, cepat bosan, dan berusaha menghindar dari kegiatan belajar.
Disimpulkan bahwa motivasi menentukan tingkat berrhasil tidaknya kegiatan
belajar siswa. Motivasi menjadi salah satu faktor yang menentukan belajar
yang efektif.
D. Upaya Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa
Mengingat demikian pentingnya peranan motivasi bagi siswa
dalam belajar, maka guru diharapkan dapat membangkitkan dan meningkatkan
motivasi belajar siswa-siswanya. Agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang
optimal, maka siswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi, namun pada
kenyataannya tidak semua siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi dalam
belajar. Di sekolah tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.
Untuk membantu siswa yang memiliki motivasi belajar rendah perlu dilakukan
suatu upaya dari guru agar siswa yang bersangkutan untuk dapat meningkatkan
motivasi belajarnya.
Dalam rangka mengupayakan agar motivasi belajar siswa
tinggi, seorang guru menurut Winkel (1991 ) hendaknya selalu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
(1) Seorang
guru hendaknya mampu mengoptimalisasikan penerapan prinsip belajar. Guru pada
prinsipnya harus memandang bahwa dengan kehadiran siswa di kelas merupakan
suatu motivasi belajar yang datang dari siswa. Sehingga dengan adanya prinsip
seperti itu, ia akan menganggap siswa sebagai seorang yang harus dihormati dan
dihargai. Dengan perlakuan semacam itu, siswa tentunya akan mampu memberi makna
terhadap pelajaran yang dihadapinya;
(2) Guru
hendaknya mampu mengoptimalisasikan unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran.
Dalam proses belajar, seorang siswa terkadang dapat terhambat oleh adanya
berbagai permasalahan. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelelahan jasmani
ataupun mental siswa. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan seorang
guru (Dimyati, 1994 : 95) adalah dengan cara ;
- memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan hambatan belajar yang di alaminya.
- meminta kesempatan kepada orang
tua siswa agar memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi
diri dalam belajar.
- memanfaatkan unsur-unsur
lingkungan yang mendorong belajar.
- menggunakan waktu secara
tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku belajar. Pada
tingkat ini guru memperlakukan upaya belajar merupakan aktualisasi diri
siswa.
- merangsang siswa dengan penguat
memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan
pasti berhasil.
(3)
Guru mengoptimalisasikan pemanfataan pengalaman dan kemampuan siswa. Perilaku
belajar yang ditunjukkan siswa merupakan suatu rangkaian perilaku yang
ditunjukkan pada kesehariannya. Untuk itu, maka pengalaman yang diberikan oleh
guru terhadap siswa dalam meningkatkan motivasi belajar menurut Dimyati dan
Mudjiono (1994) adalah dengan cara ;
- siswa ditugasi membaca bahan
belajar sebelumnya, tiap membaca hal-hal penting dari bahan tersebut
dicatat.
- guru memecahkan hal yang sukar
bagi siswa dengan cara memecahkannya.
- guru mengajarkan cara
memecahkan dan mendidik keberanian kepada siswa dalam mengatasi kesukaran.
- guru mengajak serta siswa
mengalami dan mengatasi kesukaran.
- guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mampu memecahkan masalah dan mungkin akan membantu rekannya
yang mengalami kesulitan.
- guru memberi penguatan kepada
siswa yang berhasil mengatasi kesulitan belajarnya sendiri.
- guru menghargai pengalaman dan
kemampuan siswa agar belajar secara mandiri.
Yusuf
(1992 : 25) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan motivasi siswa, guru
mempunyai peranan sebagai berikut :
- Menciptakan lingkungan belajar
yang merangsang anak untuk belajar.
- Memberi reinforcement
bagi tingkah laku yang menunjukkan motif.
- Menciptakan lingkungan kelas
yang dapat mengembangkan curiosity dan kegemaran siswa belajar.
Dengan adanya perlakuan semacam itu dari guru diharapkan
siswa mampu membangkitkan motivasi belajarnya dan tentunya harapan yang paling
utama adalah siswa mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan
kemampuannya. Tentunya untuk mencapai prestasi belajar tersebut tidak akan
terlepas dari upaya yang dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi atau
dorongan kepada siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya.
E. Hakekat Belajar
Belajar menurut Slameto dalam (http://www.infoskripsi.com)
secara psikologis adalah ”Suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya atau belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu yang diperoleh melalui
latihan dan pengalaman. Jadi belajar itu ditunjukan oleh adanya perubahan
tingkah laku atau penampilan, setelah melaui proses membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan mengalami langsung.
F. Hakikat Pretasi Belajar
Pengertian belajar dari Cronbach (dalam Djamarah, 2000:12)
mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of
experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Sementara menurut Wittig (dalam
Syah, 2003 : 65-66), belajar sebagai any relatively permanen change in an
organism behavioral repertoire that accurs as a result of experience
(belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/
keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman).
Belajar lebih ditekankan pada proses kegiatannya dan proses
belajar lebih ditekankan pada hasil belajar yang dicapai oleh subjek belajar
atau siswa. Hasil belajar dari kegiatan belajar disebut juga dengan prestasi
belajar. Hasil atau prestasi belajar subjek belajar atau peserta didik dipakai
sebagai ukuran untuk mengetahui sejauh mana peserta didik dapat menguasai bahan
pelajaran yang sudah dipelajari. Menurut Woodworth dan Marquis (dalam Sri, 2004
: 43) prestasi belajar adalah suatu kemampuan aktual yang dapat diukur secara
langsung dengan tes.
Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan
aktual yang dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai yang dicapai oleh siswa sebagai hasil dari proses
belajar mengajar di sekolah. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan hasil
yang dicapai siswa dari perbuatan dan usaha belajar dan merupakan ukuran sejauh
mana siswa telah menguasai bahan yang dipelajari atau diajarkan.
G. Prestasi Belajar
Menurut Djalal (1986: 4) bahwa “prestasi belajar siswa
adalah gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil penilaian proses
belajar siswa dalam mencapai tujuan pengajaran”. Sedangkan menurut Kamus bahasa
Indonesia Millenium (2002: 444) ”prestasi belajar adalah hasil yang telah
dicapai atau dikerjakan”. Prestasi belajar menurut Hamalik (1994: 45) adalah
prestasi belajar yang berupa adanya perubahan sikap dan tingkah laku setelah
menerima pelajaran atau setelah mempelajari sesuatu. Ada banyak pengertian
tentang prestasi belajar. Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksudkan
dengan prestasi belajar adalah hasil belajar/ nilai pelajaran sekolah yang
dicapai oleh siswa berdasarkan kemampuannya/usahanya dalam belajar.
Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari
suatu proses belajar yang telah dilakukan, sehingga untuk mengetahui sesuatu
pekerjaan berhasil atau tidak diperlukan suatu pengukuran. “Pengukuran adalah
proses penentuan luas/kuantitas sesuatu” (Nurkancana, 1986: 2). Dalam kegiatan
pengukuran hasil belajar, siswa dihadapkan pada tugas, pertanyaan atau
persoalan yang harus dipecahkan/dijawab. Hasil pengukuran tersebut masih berupa
skor mentah yang belum dapat memberikan informasi kemampuan siswa. Agar dapat
memberikan informasi yang diharapkan tentang kemampuan siswa maka diadakan
penilaian terhadap keseluruhan proses belajar mengajar sehingga akan
memperlihatkan banyak hal yang dicapai selama proses belajar mengajar. Misalnya
pencapaian aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Prestasi
belajar menurut Bloom meliputi 3 aspek yaitu ”kognitif, afektif dan
psikomotorik”. Dalam penelitian ini yang ditinjau adalah aspek kognitif yang
meliputi: pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
Prestasi belajar ditunjukkan dengan skor atau angka yang
menunjukkan nilai-nilai dari sejumlah mata pelajaran yang menggambarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa, serta untuk dapat memperoleh
nilai digunakan tes terhadap mata pelajaran terlebih dahulu. Hasil tes inilah
yang menunjukkan keadaan tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa.
Prestasi belajar sebagai hasil dari proses belajar siswa
biasanya pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran yang disajikan
dalam buku laporan prestasi belajar siswa atau raport. Raport merupakan
perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau prestasi
belajar (Suryabrata, 1984). Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang
sangat penting bagi anak didik, pendidik, wali murid dan sekolah, karena nilai
atau angka yang diberikan merupakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan
berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang
bersangkutan maupun sekolah. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang
dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dicapai siswa
dalam kegiatan belajar mengajar.
Melihat dari pengertian prestasi atau hasil belajar di atas,
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
berwujud perubahan ilmu pengetahuan, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang
dapat diukur secara aktual sebagai hasil dari proses belajar.
Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta
penilaian usaha belajar (Tirtonegoro, 1984 : 43). Dalam setiap perbuatan
manusia untuk mencapai tujuan, selalu diikuti oleh pengukuran dan penilaian,
demikian pula halnya dengan proses pembelajaran. Dengan mengetahui prestasi
belajar, dapat diketahui kedudukan anak di dalam kelas, apakah anak termasuk
kelompok pandai, sedang atau kurang. Prestasi belajar ini dinyatakan dalam
bentuk angka, huruf maupun simbol pada periode tertentu, misalnya tiap
caturwulan atau semester. Nasution (2001 : 439) menyatakan bahwa prestasi
belajar adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan
tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazim diperoleh dari nilai tes atau
angka yang diberikan guru. Bila angka yang diberikan guru rendah, maka prestasi
seseorang dianggap rendah. Bila angka yang diberikan guru tinggi, maka prestasi
seorang siswa dianggap tinggi sekaligus dianggap sebagai siswa yang sukses
dalam belajar. Ini berarti prestasi belajar menuju kepada optimal dari kegiatan
belajar, hal senada diungkapkan oleh Woodworth dan Marquis (dalam Supartha,
2004 : 33) bahwa prestasi belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur
secara langsung dengan menggunakan tes. Bloom (dalam Nurman, 2006 : 37)
mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang
meliputi tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor.
Menurut Wirawan seperti dikutip Supartha (2004 : 34)
mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang
dalam usaha belajar yang dilakukan dalam periode tertentu. Prestasi belajar
dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui materi pelajaran yang telah
diajarkan atau dipelajari.
Melihat dari pengertian prestasi atau hasil belajar di atas,
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang
berwujud perubahan ilmu pengetahuan, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang
dapat diukur secara aktual sebagai hasil dari proses belajar. Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, prestasi belajar dalam penelitian ini secara
konseptual diartikan sebagai hasil kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk angka yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak baik
berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dapat diukur dari
tes atau hasil ujian siswa.
H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Perubahan tingkah laku sebagai hasil yang dicapai yang
berwujud prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat berupa : (1) faktor belajar yang berasal
dari luar diri si pelajar yaitu lingkungan (lingkungan alami dan lingkungan
sosial), instrumental (kurikulum, program, sarana dan guru), (2) faktor yang
berasal dari dalam diri si pelajar faktor fisiologis (kondisi fisik secara
umum, kondisi panca indera dan faktor psikologis (minat, kecerdasan,
bakat, motivasi dan kemampuan kognitif), (Suryabrata, 1987: 233), dan Purwanto
(2000) membagi kondisi belajar atas kondisi belajar interen dan kondisi belajar
eksteren.
Sardiman AM (1999) ; ada dua faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yaitu : faktor yang berasal dari dalam siswa (internal),
faktor internal ini biasanya berupa minat, motivasi, kondisi fisik sedangkan
faktor yang berasal dari luar diri siswa (eksternal), biasanya berupa : hadiah,
guru/dosen, keluarga.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar ada dua macam yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah kondisi belajar yang mempengaruhi perbuatan
belajar berasal dari diri anak itu sendiri Muhammad Surya (1979), menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut si pembelajar, proses
belajar dan dapat pula dari sudut situasi belajar.
Dari sudut si pembelajar (siswa), prestasi belajar seseorang
dipengaruhi antara lain oleh kondisi kesehatan jasmani siswa, kecerdasan,
bakat, minat dan motivasi, penyesuaian diri serta kemampuan berinteraksi siswa.
Sedangkan
yang bersumber dari proses belajar, maka kemampuan guru dalam mengelola proses
pembelajaran sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru yang menguasai materi
pelajaran dengan baik, menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat,
mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki kemampuan untuk menumbuh
kembangkan motivasi belajar siswa untuk belajar, akan memberi pengaruh yang
positif terhadap prestasi belajar siswa untuk belajar. Sedangkan situasi
belajar siswa, meliputi situasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat
sekitar.
I. Penilaian Prestasi Belajar
Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
perlu dilakukan penilaian (evaluasi). Dengan penilaian dapat diketahui
kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan keterampilan
dan nilai-nilai. Penilaian pendidikan adalah penilaian tentang perkembangan dan
kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan
kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, (Harahap dalam
Supartha, 2004:36). Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui dan mengumpulkan
informasi terhadap perkembangan dan kemajuan, dalam rangka mencapai tujuan yang
ditetapkan dalam kurikulum. Fungsi penilaian dapat dikatakan sebagai suatu
evaluasi yang dilakukan sekolah mempunyai tiga fungsi pokok yang penting,
yaitu: (1) untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan, dalam rangka waktu
tertentu, (2) untuk mengetahui sampai di mana perbaikan suatu metode yang
digunakan guru dalam mendidik dan mengajar, dan (3) dengan mengetahui kesalahan
dan kekurangan yang terdapat dalam evaluasi selanjutnya dapat diusahakan
perbaikan, Purwanto (2000 : 10).
Pendapat lain menyatakan bahwa fungsi penilaian dalam proses
belajar mengajar antara lain: (1) untuk memberikan umpan balik kepada guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar serta memperbaiki
belajar bagi murid, (2) untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau
hasil belajar dari murid, (3) untuk menempatkan murid dalam situasi belajar
mengajar yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh murid,
dan (4) untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan belajar
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan itu, (Harahap
dalam Supartha, 2004:37).
Teknik dan alat penilaian yang sering digunakan kepala
sekolah adalah: (1) teknik tes, terdiri dari tes tertulis, yaitu: tes objektif
dan tes uraian, tes lisan, dan tes perbuatan, (2) teknik non tes yang
dilaksanakan melalui observasi maupun pengamatan (Depdiknas, 2000 : 4).
J. Penelitian yang Relevan
Beberapa
penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah.
1) Penelitian
yang dilakukan oleh Yuyun (2008), skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dengan judul “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Dan Kemandirian Siswa
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Jenis Kelamin Siswa”.
Menunjukkan bahwa variabel status sosial ekonomi keluarga dan jenis kelamin
menunjukkan nilai signifikansi 0,93 dan 0,697 > 0,05 atau H0 diterima yang
berarti tidak ada pengaruh yang signifikan, variabel kemandirian siswa
menunjukan nilai signifikansi 0,013 < 0,05 atau H0 ditolak yang berarti ada
pengaruh yang signifikan. Namun ketika dikomparasikan status sosial ekonomi
keluarga dengan kemandirian siswa, status sosial ekonomi keluarga dengan jenis
kelamin, dan kemandirian siswa dengan jenis kelamin menunjukan nilai signifikansi
0,00 < 0,05 atau H0 ditolak yang berarti ada pengaruh yang signifikan. Dan
jika ketiga variabel tersebut dikomparasikan menunjukan nilai signifikansi
0,999 > 0,05 atau H0 diterima yang berarti tidak ada pengaruh yang
signifikan, 2) hasil komparasi ganda antar status sosial ekonomi keluarga
rendah dengan sedang, rendah dengan tinggi, sedang dengan rendah, tinggi dengan
rendah menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,009; 0,003; 0,009; 0,003 <
taraf signifikansi 0,05 yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap
prestasi belajar matematika, namun untuk status sosial ekonomi sedang dengan
tinggi, tinggi dengan sedang menunjukan nilai signifikasi sebesar 0,401 >
0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. Dan untuk hasil
komparasi ganda antar kemandirian siswa menunjukkan nilai signifikansi 0,000
< 0,05 yang berarti nampak ada perbedaan yang signifikan terhadap prestasi
belajar matematika.
2) Penelitian
yang dilakukan oleh Maftukhah. 2007. dengan judul “Pengaruh Kondisi Sosial
Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Geografi Siswa Kelas VIII SMPN 1
Randudongkal Kabupaten Pemalang Tahun 2006/2007”.Permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimakah gambaran tentang keadaan sosial ekonomi
orang tua siswa kelas VIII SMP N 1 Randudongkal Kabupaten Pemalang,
bagaimanakah pengaruhnya kondisi sosial ekonomi orang tua siswa yang berbeda
terhadap prestasi belajar Geografi dan seberapa besar pengaruh kondisi sosial
ekonomi siswa terhadap prestasi belajar Geografi. Adapun tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimanakah kondisi
sosial ekonomi orang tua siswa kelas VIII SMP N 1 Randudongkal dan pengaruhnya
terhadap prestasi belajar Geografi dan untuk mengetahui besarnya pengaruh latar
belakang sosial ekonomi orang tua siswa yang berbeda terhadap prestasi belajar Geografi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua siswa kelas VIII
SMP N 1 Randudongkal tahun pelajaran 2006/2007 yang terdiri dari dari 6 kelas dengan jumlah 240 orang tua siswa. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 48 siswa dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan Proportional Random Sampling, yaitu diambil 20% untuk masing-masing kelas. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (kondisi sosial ekonomi orang tua) dan satu variabel terikat (Prestasi belajar geografi). Metode pengambilan data digunakan metode angket dan metode dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 54% responden memiliki kondisi sosial ekonomi orang tua yang tergolong tinggi (baik). Pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua siswa SMP N 1 Randudongkal terhadap prestasi belajar geografi sebesar sebesar 55,066.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua siswa kelas VIII
SMP N 1 Randudongkal tahun pelajaran 2006/2007 yang terdiri dari dari 6 kelas dengan jumlah 240 orang tua siswa. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 48 siswa dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan Proportional Random Sampling, yaitu diambil 20% untuk masing-masing kelas. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (kondisi sosial ekonomi orang tua) dan satu variabel terikat (Prestasi belajar geografi). Metode pengambilan data digunakan metode angket dan metode dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 54% responden memiliki kondisi sosial ekonomi orang tua yang tergolong tinggi (baik). Pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua siswa SMP N 1 Randudongkal terhadap prestasi belajar geografi sebesar sebesar 55,066.
3) Penelitian
yang dilakukan oleh Kristian, Eka Yudha. Dengan judul “Pengaruh Faktor Internal
dan Sosial Ekonomi Orang tua Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi
Pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Turen”. Jurusan Ekonomi
Pembangunan, Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Malang. Hasil penelitian di SMA Negeri 1 Turen menunjukkan bahwa
analisis penagruh faktor internal terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh thitung
7,364 dan ttabel 1,991. Nilai thitung (7,364) > ttabel
(1,991) dengan sig 0,000 < 0,05 maka faktor internal berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar ekonomi. Analisis pengaruh sosial ekonomi orang tua
terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh thitung 4,711 dan ttabel
1,991. nilai thitung (4,711) > ttabel (1,991) dengan
sig 0,000 < 0,05 maka faktor sosial ekonomi orang tua berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi. Analisi pengaruh faktor internal
dan sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh nilai
Fhitung46,171 dan Ftabel 3,119. Nilai Fhitung (46,171)
> Ftabel (3,119) dengan sig 0,000 < 0,05 maka faktor internal
dan sosial ekonomi orang tua secara bersama-sama (simultan) berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi.Besar R squareadalah
0,552 ini berarti prestasi belajar ekonomi (Y) dapat dipengaruhi oleh faktor
internal (X1) dan sosial ekonomi orang tua (X2) sebesar 55,2% sedangkan sisanya
44,8% disebabkan oleh faktor lain.
K. Hipotesis Penelitian
a. Hipotesis alternative
Semakin tinggi
motivasi, maka prestasi belajar seseorang akan semakin baik.
b. Hipotesis nol
Sebaliknya, semakin rendah
motivasi, maka prestasi belajar seseorang akan semakin buruk.
Untuk menjawab permasalahan yang diajukan, maka jawaban
sementara yang akan dibuktikan kebenarannya adalah: Terdapat hubungan
signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi siswa.
Proposal kuantitatif: Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Siswa
4/
5
Oleh
Anonymous
1 komentar:
Tulis komentarkurang valid jika nggak ada daftar pustaka
Reply