A. Pendahuluan
Tujuan instruksional
merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan, secara
nasional tujuan pendidikan tercantum dalam pembukaan Undang undang dasar 1945
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Gambaran tentang ciri ciri kedewasaan yang
perlu dikembangkan pada anak didik dapat ditemukan dalam penentuan perumusan
mengenai tujuan pendidikan, baik pada taraf nasional maupun taraf pengelolaan
institusi pendidikan.
Perumusan suatu tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus
diperoleh siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman,
keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Adanya tujuan
tertentu memberikan arah pada usaha para pengelola pendidikan dalam berbagai
taraf pelaksanaan. Dengan demikian usaha mereka menjadi tidak sia sia karena
bekerja secara profesional dengan berpedoman pada patokan yang jelas.[1]
B. Kajian Teori
1. Definisi tujuan instruksional
Tujuan Istruksional merupakan
bagian dari pembelajaran. Berbagai defines itujuan instruksional disampaikan
oleh beberapa tokoh diantaranya [2]:
a. Robert F. Mager (1962). Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku
yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi
tertentu.
b. Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981). Tujuan instruksional
adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku
atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar
yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert).
c. Fred Percival dan Henry Ellington (1984). Tujuan instruksional adalah
suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa
tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Dalam proses
belajar-mengajar, Tujuan Istruksional terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Tujuan
Instruksional Umum yang menggariskan hasil-hasil di aneka bidang studi yang
harus dicapai oleh siswa.
b.
Tujuan
Istruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional
Umum yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu sebagai
tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang diangga pcukup berharga,
wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama untuk tercapainya
tujuan instruksional umum.
Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) dapat dibedakan menjadi dua aspek yakni:
1.
Aspek jenis
perilaku yang dituntut dari siswa.
2.
Aspek
isi(content)yakni aspek terhadap hal yang harus dilaksanakan
2. Manfaat tujuan instruksional
Manfaat tujuan instruksional
adalah sebagai dasar dalam :
a. Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar
b. Menentukan persyaratan awal instruksional.
c. Merancang strategi instruksional
d. Memilih media pembelajaran.
e. Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi (pretes dan post tes).
f. Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran.
3. Taksonomi Tujuan Instruksional
Taksonomi di sini
diartikan sebagai salah satu metode klasifikasi tujuan instruksional secara
berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi.
Menurut Benyamin S. Bloom dan
Krathwool tujuan instruksional diklasifikasikan menjadi tiga kelompok atau
kawasan. Sampai saat ini taksonomi itu masih sering dipakai sebagai dasar
pengembangan tujuan instruksional di berbagai kegiatan, adapun kawasan itu
adalah sebagai berikut:[3]
a. Kawasan Kognitif (pemahaman)
Kawasan kognitif dan
ifisien adalah dua dari tiga kawasan tujuan insrtuksional yang memiliki
klasifikasi atau rincian yang paling detil, sehingga seolah-olah merupakan suatu
system tersendiri.Kawasan koknitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek
belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut:
1.
Tingkat
Pengetahuan (knowledge)
Tujuan instruksional
pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang
telah di terima sebelumnya, seperti misalnya:fakta, terminology, rumus,
strategi pemecahan masalah, dan sebegainya.
Contoh:
* siswa dapat menyebutkan kembali nama-nama manteri
dalam cabinet gotong royong
* siswa dapat menggambarkan struktur kelembagaan
negara Indonesia
2.
Tingkat
Pemahaman (comprehension)
Kategori pemahaman
dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan,informasi yang telah
di ketahui dengan kata-kata ssendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan
menerjemakan atau menyebutkan kembali yang telah di dengar dengan kata-kata
sendiri.
Contoh:
* Siswa dapat menjelaskan tentang cara
menanggulangi bahaya banjir.
* Siswa dapat menkajiulang akibat
penggundulan hutan.
3.
Tingkat
Penerapan (application)
Penerapan merupakan
kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke
dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari.
Contoh:
* Siswa dapat mendemonstrasikan cara
menendang bola dengan benar.
* Siswa dapat
mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang telah diajarkan guru di sekolah.
4.
Tingkat
Analisis (analysis)
Analisis merupakan
kemampuan untuk mengidentifikasi,memisahkan dan membedakan komponen-komponen
atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan,
dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.
Contoh:
* Siswa dapat menginventrasir kewajiban
sebagai warga negara Indonesia
* Siswa dapat menganalisis sejauh mana hasil diskusi
mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga negara Indonesia.
5.
Tingkat
Sintesis ( synthesis )
Sintesis disini
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai
elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
Contoh:
* Siswa dapat mengumpulkan dana untuk bantuan
terhadap rekannya yang tertimpa musibah.
* Siswa dapat menyiapkan bahan pelajaran
yang akan didiskusikan.
6.
Tingkat
Evaluasi ( evaluation )
Evaluasi merupakan
level tertinggi yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan
tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria
tertentu.
* Siswa dapat memilih kegiatan sesuai dengan
bakatnya dari kegiatan pilihan yang telah di tetapkan sekolah.
* Siswa dapat mengoreksi conversationnya
melalui rekaman tip.
b. Kawasan Afektif ( sikap dan perilaku
)
Kawasan efektif
merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, system nilai, dan
sikap hati ( attitude ) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan tehadap
sesuatu.Perumusan tujuan instruksional pada kawasan afektif tidak berbeda jauh
bila dibandingkan dengan kawasan kognitif, tetapi dalam mengukur hasil
belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi.
Untuk memperoleh
gambaran tentang kawasan tujuan instruksional afektif secara utuh, berikut ini
akan di jelaskan setiap tingkat secara berurutan beberapa contoh kongkrit
berikut ini :
1.
Tingkat
menerima ( receiving )
Menerima disini di
artikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan
kesadaran tentang adanya ( stimulus ) tertentu yang mengandung estetika.
* Kemampuan seseorang siswa untuk mendengar berita
di televise dengan sungguh-sungguh tentang bencana banjir yang melanda negara
Ceko
* Kesadaran para siswa bahwa kesulitan-kesulitan
yang di temui selama belajar adalah tantangan bagi masa depannya.
2.
Tingkat
Tanggapan ( responding )
Tanggapan atau jawaban
( responding ) mempunyai beberapa pengertian, antara lain sebagai berikut :
1. Tanggapan dilihat dari segi pendidikan di artikan
sebagai perilaku baru dari sasaran didik ( siswa ) sebagai manifestasi dari
pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar.
2. Tanggapan di lihat dari segi psikologi perilaku (
behavior psychology ) adalah segala perubahan perilaku organisme yang terjadi
atau yang timbul karena adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati.
3. Tanggapan dilihat dari segi adanya kemampuan dan
kemauan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian ( stimulus ) dengan cara
berpartisipasi dalam berbagi bentuk.
* Para siswa tingkat 1 SMU hadir pada diskusi yang
dilaksanakan oleh kakak tingkat mereka dengan topic bahaya narkoba dan
pengaruhnya terhadap masa depan remaja.
* Para siswa aktif memperdebatkan
masalah yang dilontarkan gurunya.
3.
Tingkat
menilai
Menilai dapat di
artikan :
* Pengakuan secara objektif ( jujur ) bahwa siswa
itu objek, system atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat.
* Kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan
setelah seseorang itu sadar bahwa objek atau kenyataan setelah seseorang itu
sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara
menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negative.
4.
Tingkat
organisasi ( organization )
Organisasi dapat
diartikan sebagai :
* Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun
hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik
untuk di terapkan.
* Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai,
menentukan hubungan antar nilai itu lebih domonin di banding nilai yang lain
apabila kepadanya karena di berikan berbagai nilai.
5.
Tingkat
karakterisasi ( characterization )
Karakterisasi adalah
sikap dan perbuatan yang secara konsisten di lakukan oleh seseorang selaras
dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu
seolah-olah sudah menjadi cirri-ciri perlakunya.
c. Kawasan Psikomotorik
Kawasan
psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada keterampilanmotorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara
syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan psikomotor adalah kawasan yang
berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot
oleh fikiran sehingga diperoleh tingkat keterampilan fisik tertentu.
Kawasan psikomotor meliputi
sebagai berikut :
1. Persepsi (perception)
Mencakup
kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau
lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing
rangsangan.
2. Kesiapan(set)
Mencakup
kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan
atau rangkaian gerakan.
3. Gerakan terbimbing (Guided response)
Mencakup kemampuan
untuk melakukan rangkaian gerak sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi).
4. Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
Mencakup
kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan lancar karena sudah dilatih
secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
5. Gerakan Kompleks (Complex
response)
Mencakup
kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan yang terdiri atas beberapa
komponen dengan lancar tepat dan efisien.
6. Penyesuaian pola gerakan (adjusment)
Mencakup
kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak dengan kondisi
setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapai
kemahiran.
7. Kreativitas (creativity)
Mencakup
kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak yang baru atas dasar prakarsa dan
inisiatif sendiri.
4. Cara merumuskan Tujuan
Instruksional
Adapaun
cara merumuskan tujuan instruksional khusus:[4]
a.
Menyebutkan
siapa yang mencapai tujuan dan bagaimana cara mencapainya.Dengan cara ini siswa
diharapkan melakukan sesuatu yang dapat dilihat,didengar (observable behaviour)
dan menampakkan hasil belajarnya
dengan menunjukkan perilaku (behavioral aspect) yang diharapkan.
b.
Menjelaskan
sasaran siswa melakukan sesuatu (isi).
c.
Menjelaskan
persyaratan yang berlaku bila siswa melaksanakan tugas sesuai dengan instruksional
khusus.
d.
Menentukan
target prestasi minimal yang harus dicapai.
Dalam
merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan ABCD.
- Format ABCD
Menurut
Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan
tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh
Institusi Pengembangan Pembelajaran. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD
yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience
merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa
yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus
dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi
yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa
atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior
merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau
siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini
terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu
seperti menyebutkan, menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek
menunjukkan apa yang didemonstrasikan.
c. Condition
Condition
berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan
mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada
pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa
diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan
menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d. Degree
Degree merupakan
tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut, adakalanya
mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tanpa salah dalam
waktu dua jam dan lainnya.
Sejumlah
rumusan ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara berurutan namun
dapat dibolak-balikkan. Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hanya
mencantumkan dua komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak
memiliki kepastian dalam menyusun tes.
Contoh:
“Siswa dapat menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba di Indonesia
dengan menggunakan gambar peta.”
Apabila diuraikan rumusan tersebut ke
dalam komponen- komponen ABCD, maka:
·
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·
Menunjukkan tempat penemuan manusia purba : merupakan komponen Behavior
(B)
·
Dengan menggunakan gambar peta : merupakan komponen Condition (C)
·
3 : merupakan komponen Degree (D)
Dari contoh
di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan telah mencapai tujuan apabila
siswa tersebut:
·
Telah mampu menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba; apabila siswa
hanya mampu menunjukkan dua bagian saja, maka siswa tersebut belum dapat
dianggap telah menguasai tujuan tersebut.
·
Menggunakan gambar peta, ini berati bahwa, pada saat kita menuntut siswa
untuk mendemonstrasikan kemampuan menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba,
kita harus menyediakan peta negara Indonesia.
Contoh lainnya:
“Siswa dapat menyebutkan isi proklamasi dengan teknik pidato.”
·
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·
Menyebutkan isi proklamasi : merupakan komponen Behavior (B)
·
Dengan teknik pidato : merupakan komponen Condition (C)
Dari contoh
tersebut tampak bahwa rumusan Tujuan Instruksional Khusus tersebut tidak
mengandung komponen tingkat ukuran pencapaian (Degree/ D).
Tidak setiap Tujuan Instruksional Khusus harus memenuhi empat komponen
diatas. Adakalanya Tujuan Instruksional Khusus hanya terdiri dari komponen A
dan B, seperti contoh berikut.
“Siswa dapat menyebutkan batas- batas provinsi Aceh.”
·
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·
Menyebutkan batas- batas provinsi Aceh : merupakan komponen Behavior (B)
C. Wawancara
Wawancara
ini dilakukan dengan salah seorang guru di MTs Insan Cendekiawan Sangatta Utara.
1. Apakah bapak dalam proses pembelajaran
menggunakan tujuan instruksional?
2. Apakah bapak mengacu kepada tujuan instruksional dalam menentukan
hasil pembelajaran?
3. Apakah dalam mata pelajaran yang diajarkan tujuan instruksional
tersebut selalu disesuaikan kondisi sekitar?
4. Bagaimana cara bapak dalam menentukan tujuan instruksional agar dapat
tercapai tujuan tersebut dengan maksimal?
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam penentuan tujuan
instruksional?
Jawab:
1. iya, menggunakan, karena tujuan intruksional adalah hal yang penting
yang harus diperhatikan dalam menentukan pembelajaran.
2. tetap mengacu karena dari awal menentukan hasil pembelajaran tetap
melihat dari tujuan intruksional itu sendiri sehingga tidak terkesan
asal-asalan dalam penentuannya.
3. iya, selalu disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga didalam
proses pembelajaran bisa berjalan dengan sistem pembelajaran kreatif dan
menyenangkan sehingga jauh dari kesan monoton yang sangat membuat jenuh para
siswa.
4. Dalam menentukan tujuan intruksional agar dapat tercapai dengan baik
dan maksimal adalah dengan cara :
a. melihat dari perangkat pembelajaran (silbus, RPP, prota, promes)
apakah ada dan sesuai dengan tujuan instruksional tersebut.
b.
melihat dari sarana dan prasarana pembelajaran
c. melihat kondisi dari siswa apakah bisa diterapkan dan siswa mampu
memahaminya.
5. a. kebijakan
sekolah
b. konsep
kurikulum
c.
kesiapan guru
d.
pemahaman siswa
D. Kesimpulan
Tujuan
instruksional adalah tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu. Menurut
Benyamin S. Bloom dan Krathwool tujuan instruksional diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif dan kawasan
psikomotorik.
E. Referensi
Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Hamalik, Oemnar. (2008). Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosdakarya : Bandung
[2] Nana S. Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 63.
[3]
Oemnar
Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 47.
Makalah desain tujuan instruksional
4/
5
Oleh
Anonymous