Wednesday, December 16, 2015

Makalah Desain Pengembangan Tujuan Instruksional

A. Pendahuluan
Tujuan instruksional merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan, secara nasional tujuan pendidikan tercantum dalam pembukaan Undang undang dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Gambaran tentang ciri ciri kedewasaan yang perlu dikembangkan pada anak didik dapat ditemukan dalam penentuan perumusan mengenai tujuan pendidikan, baik pada taraf nasional maupun taraf pengelolaan institusi pendidikan.
Perumusan suatu tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus diperoleh siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Adanya tujuan tertentu memberikan arah pada usaha para pengelola pendidikan dalam berbagai taraf pelaksanaan. Dengan demikian usaha mereka menjadi tidak sia sia karena bekerja secara profesional dengan berpedoman pada patokan yang jelas.[1]

B. Kajian Teori
1. Definisi tujuan instruksional
Tujuan Istruksional merupakan bagian dari pembelajaran. Berbagai defines itujuan instruksional disampaikan oleh beberapa tokoh diantaranya [2]:
a.       Robert F. Mager (1962). Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu.

b.      Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert).
c.       Fred Percival dan Henry Ellington (1984). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Dalam proses belajar-mengajar, Tujuan Istruksional terbagi menjadi dua yaitu:
a.               Tujuan Instruksional Umum yang menggariskan hasil-hasil di aneka bidang studi yang harus dicapai oleh siswa.
b.              Tujuan Istruksional Khusus (TIK) yang merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu sebagai tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang diangga pcukup berharga, wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama untuk tercapainya tujuan instruksional umum.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dapat dibedakan menjadi dua aspek yakni:
1.      Aspek jenis perilaku yang dituntut dari siswa.
2.      Aspek isi(content)yakni aspek terhadap hal yang harus dilaksanakan

2. Manfaat tujuan instruksional
Manfaat tujuan instruksional adalah sebagai dasar dalam :
a.       Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar
b.      Menentukan persyaratan awal instruksional.
c.       Merancang strategi instruksional
d.      Memilih media pembelajaran.
e.       Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi (pretes dan post tes).
f.       Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran.

3. Taksonomi Tujuan Instruksional
Taksonomi di sini diartikan sebagai salah satu metode klasifikasi tujuan instruksional secara berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi.
           Menurut Benyamin S. Bloom dan Krathwool tujuan instruksional diklasifikasikan menjadi tiga kelompok atau kawasan. Sampai saat ini taksonomi itu masih sering dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan instruksional di berbagai kegiatan, adapun kawasan itu adalah sebagai berikut:[3]

a. Kawasan Kognitif (pemahaman)
Kawasan kognitif dan ifisien adalah dua dari tiga kawasan tujuan insrtuksional yang memiliki klasifikasi atau rincian yang paling detil, sehingga seolah-olah merupakan suatu system tersendiri.Kawasan koknitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut:

1.      Tingkat Pengetahuan (knowledge)
Tujuan instruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah di terima sebelumnya, seperti misalnya:fakta, terminology, rumus, strategi pemecahan masalah, dan sebegainya.
Contoh:
* siswa dapat menyebutkan kembali nama-nama manteri dalam cabinet gotong royong
* siswa dapat menggambarkan struktur kelembagaan negara Indonesia
2.      Tingkat Pemahaman (comprehension)
Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan,informasi yang telah di ketahui dengan kata-kata ssendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan menerjemakan atau menyebutkan kembali yang telah di dengar dengan kata-kata sendiri.
Contoh:
* Siswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi bahaya banjir.
* Siswa dapat menkajiulang akibat penggundulan hutan.
3.      Tingkat Penerapan (application)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh:
* Siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola dengan benar.
* Siswa dapat mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang telah diajarkan guru di sekolah.
4.      Tingkat Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.
Contoh:
* Siswa dapat menginventrasir kewajiban sebagai warga negara Indonesia
* Siswa dapat menganalisis sejauh mana hasil diskusi mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga negara Indonesia.
5.      Tingkat Sintesis ( synthesis )
Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Contoh:
* Siswa dapat mengumpulkan dana untuk bantuan terhadap rekannya yang tertimpa musibah.
* Siswa dapat menyiapkan bahan pelajaran yang akan didiskusikan.
6.      Tingkat Evaluasi ( evaluation )
Evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
* Siswa dapat memilih kegiatan sesuai dengan bakatnya dari kegiatan pilihan yang telah di tetapkan sekolah.
* Siswa dapat mengoreksi conversationnya melalui rekaman tip.

b. Kawasan Afektif ( sikap dan perilaku )
Kawasan efektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, system nilai, dan sikap hati ( attitude ) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan tehadap sesuatu.Perumusan tujuan instruksional pada kawasan afektif tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kawasan kognitif, tetapi dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi.
Untuk memperoleh gambaran tentang kawasan tujuan instruksional afektif secara utuh, berikut ini akan di jelaskan setiap tingkat secara berurutan beberapa contoh kongkrit berikut ini :
1.      Tingkat menerima ( receiving )
Menerima disini di artikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya ( stimulus ) tertentu yang mengandung estetika.
* Kemampuan seseorang siswa untuk mendengar berita di televise dengan sungguh-sungguh tentang bencana banjir yang melanda negara Ceko
* Kesadaran para siswa bahwa kesulitan-kesulitan yang di temui selama belajar adalah tantangan bagi masa depannya.
2.      Tingkat Tanggapan ( responding )
Tanggapan atau jawaban ( responding ) mempunyai beberapa pengertian, antara lain sebagai berikut :
1. Tanggapan dilihat dari segi pendidikan di artikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik ( siswa ) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar.
2. Tanggapan di lihat dari segi psikologi perilaku ( behavior psychology ) adalah segala perubahan perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul karena adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati.
3. Tanggapan dilihat dari segi adanya kemampuan dan kemauan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian ( stimulus ) dengan cara berpartisipasi dalam berbagi bentuk.
* Para siswa tingkat 1 SMU hadir pada diskusi yang dilaksanakan oleh kakak tingkat mereka dengan topic bahaya narkoba dan pengaruhnya terhadap masa depan remaja.
* Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang dilontarkan gurunya.
3.      Tingkat menilai
Menilai dapat di artikan :
* Pengakuan secara objektif ( jujur ) bahwa siswa itu objek, system atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat.
* Kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negative.
4.      Tingkat organisasi ( organization )
Organisasi dapat diartikan sebagai :
* Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk di terapkan.
* Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antar nilai itu lebih domonin di banding nilai yang lain apabila kepadanya karena di berikan berbagai nilai.
5.      Tingkat karakterisasi ( characterization )
Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten di lakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah sudah menjadi cirri-ciri perlakunya.

c. Kawasan Psikomotorik
Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada keterampilanmotorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan psikomotor adalah kawasan yang berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot oleh fikiran sehingga diperoleh tingkat keterampilan fisik tertentu.
Kawasan psikomotor meliputi sebagai berikut :
1.      Persepsi (perception)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.
2.      Kesiapan(set)
Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3.      Gerakan terbimbing (Guided response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan rangkaian gerak sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi).
4.      Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.
5.      Gerakan Kompleks (Complex response)
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar tepat dan efisien.
6.      Penyesuaian pola gerakan (adjusment)
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.
7.      Kreativitas (creativity)
Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak yang baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

4. Cara merumuskan Tujuan Instruksional
Adapaun cara merumuskan tujuan instruksional khusus:[4]
a.    Menyebutkan siapa yang mencapai tujuan dan bagaimana cara mencapainya.Dengan cara ini siswa diharapkan melakukan sesuatu yang dapat dilihat,didengar (observable behaviour) dan  menampakkan hasil belajarnya dengan menunjukkan perilaku (behavioral aspect) yang diharapkan.
b.    Menjelaskan sasaran siswa melakukan sesuatu (isi).
c.    Menjelaskan persyaratan yang berlaku bila siswa melaksanakan tugas sesuai dengan instruksional khusus.
d.   Menentukan target prestasi minimal yang harus dicapai.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan ABCD.
- Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti menyebutkan, menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang didemonstrasikan.
c. Condition
Condition berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut, adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tanpa salah dalam waktu dua jam dan lainnya.
Sejumlah rumusan ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara berurutan namun dapat dibolak-balikkan. Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hanya mencantumkan dua komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian dalam menyusun tes.
Contoh:
Siswa dapat menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba di Indonesia dengan menggunakan gambar peta.”
Apabila diuraikan rumusan tersebut ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
·         Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·         Menunjukkan tempat penemuan manusia purba : merupakan komponen Behavior (B)
·         Dengan menggunakan gambar peta : merupakan komponen Condition (C)
·         3 : merupakan komponen Degree (D)
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan telah mencapai tujuan apabila siswa tersebut:
·         Telah mampu menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba; apabila siswa hanya mampu menunjukkan dua bagian saja, maka siswa tersebut belum dapat dianggap telah menguasai tujuan tersebut.
·         Menggunakan gambar peta, ini berati bahwa, pada saat kita menuntut siswa untuk mendemonstrasikan kemampuan menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba, kita harus menyediakan peta negara Indonesia.
Contoh lainnya:
Siswa dapat menyebutkan isi proklamasi dengan teknik pidato.”
·         Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·         Menyebutkan isi proklamasi : merupakan komponen Behavior (B)
·         Dengan teknik pidato : merupakan komponen Condition (C)
Dari contoh tersebut tampak bahwa rumusan Tujuan Instruksional Khusus tersebut tidak mengandung komponen tingkat ukuran pencapaian (Degree/ D).
Tidak setiap Tujuan Instruksional Khusus harus memenuhi empat komponen diatas. Adakalanya Tujuan Instruksional Khusus hanya terdiri dari komponen A dan B, seperti contoh berikut.
Siswa dapat menyebutkan batas- batas provinsi Aceh.”
·         Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
·         Menyebutkan batas- batas provinsi Aceh : merupakan komponen Behavior (B)

C. Wawancara
            Wawancara ini dilakukan dengan salah seorang guru di MTs Insan Cendekiawan Sangatta Utara.
1. Apakah bapak dalam proses pembelajaran menggunakan tujuan instruksional?
2. Apakah bapak mengacu kepada tujuan instruksional dalam menentukan hasil pembelajaran?
3. Apakah dalam mata pelajaran yang diajarkan tujuan instruksional tersebut selalu disesuaikan kondisi sekitar?
4. Bagaimana cara bapak dalam menentukan tujuan instruksional agar dapat tercapai tujuan tersebut dengan maksimal?
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam penentuan tujuan instruksional?
Jawab:
1. iya, menggunakan, karena tujuan intruksional adalah hal yang penting yang harus diperhatikan dalam menentukan pembelajaran.
2. tetap mengacu karena dari awal menentukan hasil pembelajaran tetap melihat dari tujuan intruksional itu sendiri sehingga tidak terkesan asal-asalan dalam penentuannya.
3. iya, selalu disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga didalam proses pembelajaran bisa berjalan dengan sistem pembelajaran kreatif dan menyenangkan sehingga jauh dari kesan monoton yang sangat membuat jenuh para siswa.
4. Dalam menentukan tujuan intruksional agar dapat tercapai dengan baik dan maksimal adalah dengan cara :
a. melihat dari perangkat pembelajaran (silbus, RPP, prota, promes) apakah ada dan sesuai dengan tujuan instruksional tersebut.
b. melihat dari sarana dan prasarana pembelajaran
c. melihat kondisi dari siswa apakah bisa diterapkan dan siswa mampu memahaminya.
5.  a. kebijakan sekolah
     b. konsep kurikulum
     c. kesiapan guru
     d. pemahaman siswa

D. Kesimpulan
            Tujuan instruksional adalah tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu. Menurut Benyamin S. Bloom dan Krathwool tujuan instruksional diklasifikasikan menjadi tiga kelompok atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif dan kawasan psikomotorik.

E. Referensi
Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Hamalik, Oemnar. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosdakarya : Bandung





[2] Nana S. Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 63.
[3] Oemnar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 47.

Related Posts

Makalah Desain Pengembangan Tujuan Instruksional
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.