BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan profesionalisasi guru
dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun individu guru
sendiri. Menurut Danim dari perspektif
institusi, pengembangan guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan
meningkatkan kualitas staf dalam
memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Selanjutnya dikatakan juga bahwa
pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting, namun hal
yang lebih penting adalah berdasarkan kebutuhan individu guru untuk menjalani
proses profesionalisasi. Karena substansi kajian dan konteks pembelajaran
selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu, guru dituntut
untuk selalu meningkatkan kompetensinya.
Profesi keguruan mempunyai tugas utama
melayani masyarakat dalam dunia pedidikan. Sejalan dengan itu, jelas kiranya
bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala
daya dan usaha dalam rangka
pencapaian secara optimal layanan yang
akan diberikan kepada masyarakat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka
profesionalisasi guru (pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi
apabila kita melihat kondisi objektif
saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan
pendidikan, yaitu : (1) perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan
pendidikan, (3) otonomi daerah (4) implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).[1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian profesionalitas guru?
2. Bagaimana model pengembangan guru?
3. Bagaimana strategi dalam pengembangan profesionalitas guru?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan Profesionalisasi guru
1. Makna Profesional,
Profesionalisme, dan profesionalisasi
Berbicara mengenai profesional pemikiran kita akan
tertuju pada pekerjaan. Menurut Danim Sudarman, makna profesional merujuk pada
dua hal. Pertama orang yang
menyandang suatu profesi. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan
sesuai dengan keahliannya dan mengabdikan diri pada pengguna jasa dengan
disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Kedua, kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
profesinya.
Profesionalisme
berasal dari bahasa inggris Profesionalism
yang secara leksikal berarti sifat profesional. Menurut Jasin, Anwar
profesionalisme dapat diartikan sebagai kometmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan
profesinya itu.
Profesionalisasi merupakan
proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu
profesi untuk standar ideal dari
penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi
mengandung makna dua dimensi utama , yaitu peningkatan status dan peningkatan
kemampuan-praktis. [2]
2. Profesionalime
Tenaga pendidik Jabatan tenaga pendidik
merupakan suatu jabatan profesional, hal ini dapat diuraikan sebagai
berikut; Jabatan
tenaga pendidik bukan hanya menuntut kemampuan spisialisasi tenaga pendidik
dalam arti menguasai pengetahuan akademik dan kemahiran profesional yang
relevan dengan bidang tugasnya sebagai
Pendidik, tetapi juga tingkat kedewasaan dan tanggung jawab serta kemandirian
yang tinggi dalam mengambil keputusan.
Kemampuan-kemampuan itu membuat tenaga pendidik memiliki nilai lebih dan
kewibawaan yang tinggi terhadap peserta
didik yang diajarnya. Sesuai
dengan nilai sosial budaya kita, secara
historis kedudukan tenaga pendidik itu lebih tinggi dalam masyarakat kita.
Tenaga pendidik adalah seorang yang patut dipatuhi, ditiru/ (diteladani ) kata dan perbuatannya. Motif utama menjadi
tenaga pendidik bukan imbalan gaji atau kebendaan, tetapi adalah panggilan (calling) untuk mengabdi kepada tuhan,
masyarakat dan kemanusian. Kesetiakawanan
tenaga pendidik dapat berwujud organisasi tenaga pendidik, baik itu dalam
bentuk asosiasi (persatuan) maupun serikat sekerja, sebagai wahana kerja sama
untuk dapat saling membantu dan berusaha meningkatkan kemampuan
profesionalismenya serta memperjuangkan kesejahteraan anggotanya.[3]
3. Pengembangan
Profesionalisme Tenaga Pendidik Menurut
Sudarwan pengembangan profesional tenaga pendidik dimaksudkan untuk memenuhi
tiga kebutuhan, pertama, kebutuhan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi,
serta melakukan adaptasi untuk menyusun kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua kebutuhan untuk menemukan
cara-cara untuk membant staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya
secara luas. Dengan demikian tenaga pendidik dapat mengembangkan potensi sosial
dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan alam
lingkungannya. Ketiga, kebutuhan
untuk mengembangkan dan mendorong
keinginan tenaga pendidik untuk
menikmati dan mendorong keinginan pribadinya, seperti halnya dia membantu
peserta didiknya.[4]
Pembinaan tenaga pendidik
oleh Perguruan Tinggi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.
Memperdalam dan memperluas kemampuan dalam ilmu (kognitif)
Secara
konvensional, upaya tersebut (sasaran vartikel) berupa; a.
Pendidikan Pascasarjana b. Pendidikan
jangka pendek
2.
Meningkatkan kemampuan psikomotorik dan Afektif a. Kemampuan
menuangkan produk berfikir atau karya
kedalam tulisan ilmiah b.
Kemampuan menjelaskan tulisan ilmiah secara lisan dalam perkuliahan, dan forum ilmiah/ profesional c. Kemampuan dalam
menyampaikan pendapat dalam forum ilmiah
d. Kemampuan mengerjakan pekerjaan dalam ruang lingkup bidang ilmu yang ditekuninya. e. Pemahaman dan kebiasaan menerapkan
etika akademik f. Naluri
keingintahuan, menghargai waktu, inovatif, kecintaan terhadap bidang ilmu dan profesi, keteladanan.[5]
B.
Model Pengembangan Guru
Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk
menyesuaikan dengan perubahan, baik itu secara perorangan , kelompok atau dalam
satu sistem yang diatur oleh lembaga. Mulyasa menyebutkan bahwa pengembangan
guru dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training. Sementara
Castetter menyampaikan lima model pengembangan untuk guru seperti pada tabel
berikut.
Model
Pengembangan Guru
Model
Pengembangan guru
|
Keterangan
|
Individual
Guided Staff Development
(Pengembangan Guru yang Dipadu secara Individual)
|
Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu
belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat
menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka
|
Observation/Assessment
(Observasi atau Penilaian)
|
Observasi dan penilaian dari intruksi menyediakan guru dengan
data yang dapat direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi oleh guru pada
praktiknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainnya.
|
Involvement in a
development/Improvement Process
(keterlibatan
dalam suatu proses Pengembangan/Peningkatan)
|
Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk
mengetahui atau memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh
pengatahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan
sekolah atau pengembangan kurikulum.
|
Training
(Pelatihan)
|
Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru
guru dalam kelas. Guru-guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru
perilaku dalam kelas mereka.
|
Inquiry
(Pemeriksaan)
|
Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru
sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat
praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.
|
Dari
kelima model pengembangan guru di atas, model “training” merupakan model
pengembangan yang banyak dilakukan oleh lembaga pendidikan swasta. Pada lembaga
pendidikan, cara yang populer untuk pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service
training) baik dalam rangka penyegaran (Refreshing) maupun peningkatan
kemampuan(up –grading). Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti : on the job
training, workshop, seminar, diskusi penel, rapat-rapat, simposium,
konferensi, dan sebagainya.[6]
Inovasi dalam
pendidikan juga berdampak pada pengembangan guru. Beberapa model pengembangan
guru sengaja dirancang untuk menghadapi pembaharuan pendidikan. Candall
mengemukakan model-model efektif pengembangan kemampuan profesional guru, yaitu
: model mentoring, model ilmu terapan atau model “dari teori ke praktik”, dan
model inquiry atau model reflektif. Model mentoring adalah model dimana berpengalaman merilis pengetahuannya atau melakukan aktifitas
mentor pada guru yanng kurang berpengalaman. Model ilmu terapan berupa
perpaduan antara hasil-hasil reset yang relevan dengan kebutuhan –kebutuhan
praktis. Model inquiry yaitu pendekatan yang berbasis pada guru-guru, para guru
harus aktif menjadi peneliti, seperti membaca, bertukar pendapat, melakukan
observasi, melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman praktis
mereka sekaligus meningkatnya, sedangkan menurut Soetjipto dan kosasi,
pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan selama dalam pendidikan
prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1. Pengembangan profesional
selama pendidikan prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru
dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan
dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu jadi
panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab
itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi
perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi
harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan , contoh-contoh
dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan, bahkan sikap profesional
dirancang dan dilaksanakan selama calon guru
berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by product)
dari pengatahuan yang diperoleh calon guru.
2. Pengembangan
profesional selama dalam jabatan Pengembangan
sikap profesional tidak terhenti apabila
calon guru selesai mendapatkan pendidikan para jabatan. Banyak usaha yang dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru.
Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran,
dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap
profesional keguruan.[7]
C. Strategi Pengembangan Profesionalitas Guru
Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Dapertemen Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan
beberapa alternatif Program Pengembangan profesionalisme guru, sebagai berikut
:
1. Program
Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru Sesuai
dengan peraturan yang berlaku bahwa kualifikasi pendidikan guru adalah minimal
S1 dari program keguruan, maka masih ada guru-guru yang belum memenuhi
ketentuan tersebut. Oleh karenanya program ini diperuntukkan bagi guru yang
belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 untuk mengikuti pendidikan S1
atau S2 pendidikan keguruan.
2. Program
Penyetaraan dan Sertifikasi
Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan
latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari program pendidikan keguruan. Hal ini terjadi karena
sekolah mengalami keterbatasan atau kelebihan guru mata pelaajaran tertentu.
Sering terjadi kualifikasi pendidikan mereka lebih tinggi dari kualifikasi yang
dituntut namun tidak sesuai, misalnya berijazah S1 tetapi bukan kependidikan.
Mereka dapat mengikuti program penyetaraan atau sertifikasi.
3. Program
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Guru yang memenuhi kualifikasi
pendidikan saja belum cukup, diperlukan pelatihan guna meningkatkan
profesionalismenya. Program pelatihan yang diusulkan adalah pelatihan yang
sesuai dengan kebutuhan guru, yaitu mengacu kepada tuntutan kompetensi. Selama
ini pelaksanaan pelatihan bersifat persial dan pengembangan materi seringkali
tumpang tindih, menghabiskan banyak waktu tenaga dan biaya serta kurang
efisien. Tidak jarang dalam satu tahun seorang guru mengikuti tiga jenis
pelatihan sehingga mengganggu kegiatan PBM, sebaliknya tidak sedikit guru yang
belum pernah mengikuti pelatihan sekalipun dalam satu tahun. Oleh karenanya
pelatihan yang di usulkan adalah pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
(PTBK) yaitu pelatihan yang mengacu pada kompetensi yang akan dicapai dan
diperlukan oleh peserta didik, sehingga isi atau materi pelatihan yang akan
dilatihkan merupakan gabungan atau integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan
pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai kompetensi.
4. Program
Supervisi pendidikan Dalam
praktik pembelajaran di kelas masih sering ditemui guru-guru yang ditingkatkan
profesionalismenya dalam proses belajar mengajarnya. Sering ada persepsi yang
salah atau kurang tepat dimana tugas supervisor dimaknai sebagai tugas untuk
mencari kesalahan atau untuk mengadili
guru, padahal tujuannya untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses
belajar mengajar. Ciri utama supervisi adalah perubahan kearah yang lebih baik,
positif proses belajar mengajar lebih
efektif dan efesien.[8]
5. Program Pemberdayaan MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP adalah suatu forum
atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis disanggar maupun di
masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu musyawarah dan guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran
adalah guru SMP dan SMA Negeri atau Swasta yang mengasuh dan bertanggung jawab
dalam mengelola mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.
Guru bertugas
mengimplementasikan kurikulum di kelas. Dalam hal ini dituntut kerjasama yang
optimal diantara para guru. Dengan MGMP diharapkan akan meningkatkan
profesionalisme guru dalam melaksanakan
pembelajaran yang bermutu sesuai
kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan
kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.
6. Simposium
Guru Selain
MGMP ada forum lain yang
dapat digunakan sebagai wadah untuk saling berbagi pengalaman dan pemecahan
masalah yang terjadi dalam proses
pembelajaran yaitu simposium. Melalui forum simposium guru ini diharapkan para
guru menyebarluaskan upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah. Forum ini
selain sebagai media untuk sharing pengalaman,
juga berfungsi untuk kompetisi antar
guru, dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam berbagai bidang,
misalnya dalam pengunaan metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas
atau penulisan karya ilmiah.
7. Program
pelatihan tradisional lainnya Berbagai pelatihan sampai saat ini banyak
dilakukan. Bentuk-bentuk pelatihan ini sudah lama ada dan diakui cukup
bernilai. Walaupun disadari bahwa seringkali berbagai bentuk kursus/pelatihan
tradisional ini sering kali tidak dapat memenuhi kebutuhan praktis dan pekerjaan guru. Oleh
karena itu, suatu kombinasi antara materi akademis dengan pengalaman
lapangan akan sangat efektif untuk
pengembangan kursus/pelatihan tradisional ini. Pelatihan ini pada umumnya
mengacu pada suatu aspek khusus yang sifatnya penting untuk diketahui oleh para
guru,misalnya: CTL, KTSP, Penelitian Tindakan Kelas , Penulisan Karya Ilmiah,
dan sebagainya.
8. Membaca dan Menulis jurnal atau
Karya Ilmiah
Sebagaimana
diketahui bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara
berkesinambungan diproduksi oleh
individual pengarang, lembaga pendidikan maupun
lembaga-lembaga lain. Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut
tersebar dan dapat ditemui
diberbagai pusat sumber belajar
(perpustakaan, internet, dan sebagainya). Walaupun artikel dalam jurnal
cendrung singkat, tetapi dapat mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru
dan pandangan untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru. Ia juga
memiliki kolom berita yang berkaitan dengan pertemuan, pameran, seminar,
program pendidikan, dan sebagainya yang mungkin menarik bagi guru.
9. Berpartisipasi
dalam Pertemuan Ilmiah Kegiatan ini dapat dilakukan oleh masing-masing
guru secara mandiri. Yang diperlukan adalah bagaimana memotivasi dirinya
sendiri untuk berpartisipasi dalam
berbagai pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan ilmiah memberikan makna
penting untuk menjaga kemutakhiran
hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru. Tujuan utama kebanyakan konferensi
atau pertemuan ilmiah adalah menyajiakan berbagai informasi dan inovasi terbaru
di dalam suatu bidang tertentu.[9]
10. Melakukan Penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas) Penelitian
tindakan kelas (PTK) merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui
kerjasama atau tidak dengan ahli pendidikan dalam rangka merefleksikan
dan sekaligus meningkatkan praktik pembelajaran secara terus-menurus
juga strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru.
11.
Magang
Magang
ini dilakukan bagi para guru pemula. Bentuk pelatihan pre-service atau
in-service bagi guru junior untuk secara gradual menjadi guru profesional
melalui proses magang di kelas tertentu dengan bimbingan guru bidang studi
tertentu. Berbeda dengan pendekatan pelatihan yang konvensional, fokos
pelatihan magang ini adalah kombinasi antara materi akademis dengan suatu
pengalaman lapangan dibawah supervisi guru yang senior dan berpengalaman.
12.
Mengikuti Berita Aktual dan Media Pemberitaan
Pemilihan yang hati-hati program radio dan
televisi, dan sering membaca surat kabar juga akan meningkatkan pengatahuan guru mengenai pengembangan
mutakhir dari proses pendidikan. Berbagai bentuk media tersebut sering kali
memuat artikel-artikel maupun program-program.
13.
Berpartisifasi dan Aktif dalam
Organisasi Profesi
Ikut serta menjadi anggota organisasi/komunitas profesional juga
akan meningkatkan profesionalisme seorang guru. Dalam hal ini yang terpenting
adalah guru harus pandai memilih suatu bentuk organisasi profesional yang dapat
memberi manfaat utuh bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga.
14.
Menggalang Kerjasama dengan Teman Sejawat
Kerjasama dengan teman
seprofesi sangat menguntungkan bagi pengembangan profesionalisme guru. Banyak
hal dapat dipecahkan dan dilakukan berkat kerjasama, seperti: Penelitian
Tindakan Kelas, berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah dll.[10]
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat
besar dalam peningkatan SDM yang bermutu, karena pendidikan memiliki tanggung
jawab besar dalam kerangka membangun,
membina dan mengembangkan kualitas manusia indonesia yang dijalanka secara
terstruktur, sistematis dan terprogram serta berkelanjutan. Untuk menghasilkan
SDM yang bermutu dan berwawasan
teknologi pendidikan diperlukan
profesionalisme Tenaga pendidik dalam mengembangkan dan memanfaatkan
teknologi pendidikan dalam dunia pendidikan.
Tenaga pendidik yang profesional dapat
diartikan sebagai kometmen para tenaga pendidik untuk meningkatkan
profesionalismenya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan profesinya itu. Profesionalisme pendidik dapat dicapai dengan
memperdalam bidang keilmuan (kognitif) melalui pendidikan pasca sarjana,
pendidikan dan latihan jangka pendek;meningkatka kemampuan psikomotorik dan
afektif melalui pelatihan, lokakarya, seminar, diskusi, pelaksanaan akademik
dan mimbar akademik.
B.
Saran-Saran
Mudah-mudahan
kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan di atas agar profesionaliatas guru-guru
yang ada di Indonesia semakin berkembang lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sanusi dkk, 1996, Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional
Tenaga Kependidikan,
Bandung: PPS IKIP.
Makmun
1996, Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan, Bandung: PPS IKIP.
Mujtahid,
2009, Pengembangan Profesi Guru, Malang:UIN-Malang Press.
Udin
Syaefudin Sa’ud, 2009, Pengembangan
Profesi guru, Bandung:Alfabeta.
Saudagar dan Idrus, 2009, Pengembangan
Profesionalitas Guru, Jakarta: Gaung Persada
Press.
Makalah Pengembangan Profesionalitas Guru
4/
5
Oleh
Anonymous