A. Pengertian Antropologi Kampus
Kata dasar
dari Antropologi berasal dari Yunani yaitu Anthros yang berarti manusia dan
logos berarti ilmu. Sederhananya, Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang manusia.
Para ahli
mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
1. William A. Haviland (seorang Antropolog Amerika) “ Antropologi adalah studi tentang umat
manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia ”
2. David Hunter “ Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia ”.
3. Koentjaraningrat (bapak Antropolog Indonesia) “ Antropologi adalah ilmu yang mempelajari
umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari
definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda ”.
Unsur-unsur
dari suatu kebudayaan dalam artian disini adalah budaya kampus kita tidak dapat
dimasukan kedalam kebudayaan kampus lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan
pada kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat
statis, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain atau
asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari luar, akan
ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan memperkenalkan
variasi-variasi baru dalam tingkah-laku yang akhirnya akan menjadi milik
bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari kebudayaannya. Dapat juga
terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan kebudayaan tersebut mengalami
perubahan dan pada akhirnya akan membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi tersebut. Serta pada dasarnya
budaya mahasiswa yang tak bisa berubah dan bersifat mutlak yaitu; diskusi,
membaca dan menulis.
B. Tipologi Mahasiswa
Ada
beberapa macam tipe mahasiswa, antara lain sebagai berikut:
1.
Tipe akademis.
Aktifitas utama: concern
mengurusi kuliah saja. Kelebihan mahasiswa tipe akademisi adalah mereka
menonjol dalam hal perkuliahan. Mereka rajin masuk, bahkan tak pernah
terlambat, rajin ke perpus, rajin baca buku, dan tak pernah ketinggalan tugas.
Mereka biasanya juga lebih dekat dengan aparatur kampus terutama para dosennya.
Namun sisi kekurangannya mereka kurang progresif dan kurang peka terhadap
fenomena sosial, kurang peduli terhadap orang lain (individualistis), dan
miskin relasi. Target mereka kuliah cepat selesai, predikat cumlaude,
dan cepat dapat kerja
2.
Tipe Aktivis.
Aktifitas utama: kuliah dan
berorganisasi. Kelebihan mahasiswa aktifis mereka relatif terlatih dalam hal
kepemimpinan (leadership), pandai mengorganisir sesuatu (skill
managerial), pandai menyusun planning (perencanaan), mempunyai
kepekaan sosial, tanggap realitas, dan lebih peduli terhadap sesama. Hal ini
disebabkan oleh aktifitas keseharian mereka yang hampir seluruhnya dihadapkan
dengan dunia praksis. Tugas-tugas kepengurusan dan kepanitiaan serta beberapa
tugas organisasi yang dibebankan membuat mereka terlatih untuk menghadapi
berbagai problematika hidup. Intensitas pertemuan mereka dengan orang lain
membuat mereka mawas diri dan belajar banyak hal dari berbagai watak manusia
yang berbeda-beda sekaligus dapat menipiskan sifat egoisme mereka. Mahasiswa
aktifis juga biasanya lebih kaya jaringan/relasi yang membuat mereka banyak
mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan. Target utama aktifis adalah
kematangan pribadi.
3.
Tipe Hedonis.
Tipe mahasiswa yang
hidup dengan mengikuti perkembangan zaman, up to date, gaul dan populer, namun
usaha mengikuti perkembangan zaman tidak dibarenge dengan kesadaran bahwa
perkembangan zaman bersifat absurd yakni menawarkan kesenangan tanpa manfaat.
Bersinggungan dengan label hedoni ini, kita mengenal istilah borjuis, yaitu
golongan kaya dengan kehidupan mewah yang membangun tembok besar dengan
orang-orang proletar dan anti borjuasi, golongan ini biasanya bersikap apatis
terhadap realitas sosial-politik.
C. PMII Dan Rekayasa Kampus
Dunia perpolitikan
mahasiswa yang tak pernah lepas dari wilayah kampus membuat PMII mau atau tidak
mau akan terlibat dalam pusaran rebutan kekuasaan kampus. Meskipun diakui
ataupun tidak, mahasiswa pada umunya cenderung bersikap apolitis dengan
berbagai isu kebijakan birokrat kampus dan para pejabat mahasiswa, namun tetap
saja mahasiswa berpolitik dalam arti yang lebih luas. Dikarenakan politik
memiliki lingkup yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, tergantung sudut
pandang masing-masing.
PMII sebagai organisasi
ekstra kampus membina dan mendistribusikan kader-kadernya untuk aktif dalam
lembaga-lembaga kampus, bahkan akan mendorong kadaer-kader terbaik memimpin
lembaga-lembaga tersebut. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bagi PMII adalah
sebagai ruang distribusi kader karena di lembaga tersebut kader PMII bisa
menempa dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya agar lebih maju dan
profesional.
PMII memandang lembaga
intra kampus sangat strategis sebagai wahana kaderisasi. Pada umumnya, ada
beberapa jenis lembaga kampus yang memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi
kampus dan mahasiswa, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa
Fakultas/Jurusan (HMF/J) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lembaga-lembaga
tersebut bermain dalam wilayah internal kampus dan kepengurusannya berisikan
mahasiswa yang tercatat masih aktif program studinya. Secara umum ke tiga jenis
lembaga ini memiliki andil penting dalam rekayasa kampus. Mau kemana dan
bagaimana nantinya kampus akan dikelola, lembaga inilah yang akan mewujudkannya
dalam tataran kerja nyata di lapangan.
Dengan menguasai
lembaga intra kampus, PMII akan semakin meneguhkan perjuangannya dalam menyalurkan
aspirasi mahasiswa di segala lapisan baik akademisi, organisatoris hingga
preman kampus. Perlu diingat bahwa Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana
yang dibuat dalam meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh karena itu
tak heran bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari gerakan lembaga
kemahasiswaan ini. Adanya lapangan bola, internet, pustaka hingga tempat parkir
merupakan fasilitas yang diberikan karena adanya sebuah permintaan yang dalam
hal ini diajukan oleh mahasiswa secara umum dan disampaikan kepada pihak
birokrat melalui lembgaga kemahasiswaan jalur komunikasi antara mahasiswa dan
birokrat kampus. Ketika birokrat kampus serta lembaga-lembaga ini tidak mampu
berkoordinasi dalam mengaspirasikan harapan civitas kampus umum, maka akan
timbul saling ketidakpercayaan, stagnansi hingga kemerosotan akreditasi kampus
dalam tataran akademis, fasilitas dan budaya.
D. Mahasiswa dan Dunia Politik
Mahasiswa merupakan bagian dari kelompok bermasyarakat/sosial yang
secara khusus mendapat kesempatan mengikuti proses pendidikan formal di bangku
kuliah perguruan tinggi. Potensi bekal pengetahuan yang didapat lewat bangku
kuliah atau pendidikan tinggi ini, menyebabkan mahasiswa kerap dianggap sebagai
salah satu segmen/bagian penting dalam kelompok sosial masyarakat. Bahkan, ada
yang menyebutkan bahwa mahasiswa sebagai kelompok terpelajar intelektual atau
kelompok strategis. Persepsi ini timbul karena kesadaran kritikal mahasiswa
terhadap kinerja kekuasaan dan lingkungan sosialnya. Persepsi semacam ini dalam
kurun waktu terdahulu menemukan basis empiriknya, yaitu peran heroik mahasiswa
dalam tiap segmen perubahan sosial dan politik penting sejarah
negara-berbangsa, termasuk sejarah panjang perjuangan Bangsa Indonesia.
Peran heroik mahasiswa itu cenderung gegap gempita dalam struktur
kepolitikan negara-bangsa otoriter. Karena dalam struktur kepolitikan yang
otoriter itu mahasiswa menemukan musuh bersama yaitu penguasa otoriter yang
jadi pengikat kesatuan kekuatan mahasiswa. Sebaliknya, peran heroik mahasiswa,
cenderung memudar, fluktuatif dan sepi dalam struktur kepolitikan negara-bangsa
yang demokratis. Sebab, struktur kepolitikan demokratis niscaya berkepentingan
mengakomodasi pelibatan kekuatan sosial secara inklusif, termasuk mahasiswa.
Sehingga, gaung peran heroik mahasiswa itu tak mencuat ke permukaan, tetapi
terlembaga dalam struktur politik negara-bangsa.
Selalu ada konteks lingkungan yang melingkupi gagasan dan kegiatan
mahasiswa dimana dan kapanpun. Salah satu kerangka pemikiran yang dapat dipakai
untuk menjelaskan realitas interaksional antara mahasiswa dengan lingkungannya
adalah perspektif ekonomisme dan perspektif politisisme. Benang merah
perspektif ekonomisme dan perspektif politisisme adalah fokus pada preferensi
dan kepentingan bersama, bukan individu. Sehingga, dalam kerangka
keberadaannya, mahasiswa dipahami sebagai komunitas yang memiliki nilai bersama
(share values), bukan dipahami sebagai individu-individu mahasiswa yang
memiliki nilai berfragmentasi (fragmented values). Perspektif ekonomisme
mengasumsikan proses-proses politik adalah hasil dari interaksi antarkekuatan
sosial yang ada dimasyarakat. Sedangkan perspektif politisisme mengasumsikan
negara/pemerintah adalah juga merupakan salah satu kekuatan social yang
terlibat dalam proses interaksi dengan kekuatan social yang lain.
Mahasiswa tak mungkin terlepas dari politik. Sadar atau tidak sadar,
suka atau tidak suka, mahasiswa akan selalu dilingkupi oleh politik. Interaksi
mahasiswa dengan politik dapat bersifat tiga arah, yaitu, mempengaruhi,
dipengaruhi, atau saling mempengaruhi.
Hingga abab 20–an, politik cenderung dilekatkan dengan konotasi idea tau
ideologi. Beragam ideologi yang bermuara pada semangat kemerdekaan,
nasionalism-etnik, nasionalisme-civic dan kolektivisme menjadi arus utama dalam
diskursus dunia saat itu. Mahasiswa sebagai salah satu kekuatan social dalam
masyarakat pun terlibat aktif dalam pergumulan ide/ideology dunia tersebut.
Memasuki abab 21 hingga sekarang, konotasi politik cenderung bergeser dari
sekedar ide/ideologi menjadi kehadiran/representasi. Mind-set dibalik politik
kehadira/representasi mengandalkan setiap individu atapun kelompok (termasuk
mahasiswa) memiliki posisi dan hak yang sama untuk berpartisipasi dalam tatanan
kehidupan yang melingkupinya.
Disamping itu, berkembang keyakinan bahwa perubahan tak mungkin terjadi
hanya dengan gagasan, tetapi harus dengan pelibatan diri dalam kelembagaan
politik, maka jejaring ekonomi politik niscaya menjadi persyaratan. Itu
sebabnya, semua kekuatan sosial yang ada di masyarakat termasuk mahasiswa,
berkepentingan membangun jejaring dengan partai politik, ormas, political
executive, organisasi ekstra kampus, organisasi intra kampus, LSM, kekuatan
kapital bahkan kekuatan global. Semakin luas jejaring ekonomi politik yang
dimiliki, maka semakin besar peluang dilibatkan dalam kelembagaan politik.
Sebaliknya, semakin sempit jejaring ekonomi politiknya, maka semakin besar
peluang tersingkir dari kelembagaan politik.
Materi Antropolgi Kampus
4/
5
Oleh
Anonymous