Apakah sama RIBA dengan LABA SYARIAH? –
Banyak orang salah persepsi tentang laba dan riba. Ada yang menyamakan
keduanya, ada juga yang bingung karena keduanya mirip tetapi tak sama.
Contoh:
1. Anda membeli sebuah sepeda motor Rp. 10 Juta dan Anda ingin
menjual dengan mengambil untung dengan bunga 1% perbulan untuk jangka waktu
pembayaran 1 tahun.
Transaksi seperti ini tergolong transaksi RIBAWI.
Transaksi seperti ini tergolong transaksi RIBAWI.
2. Anda membeli sepeda motor Rp.
10 juta, dan Anda ingin menjual secara kredit selama setahun dengan harga Rp.
11.200.000,-. Transaksi ini termasuk transaksi SYARIAH.
Nah lo, apa bedanya? Kan kalau
dihitung2 ketemunya sama Untungnya Rp. 1.200.000?
Berikut penjelasannya:
Transaksi pertama RIBA karena:
1. Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga.
Misal dalam contoh diatas, bunga 1% perbulan. Jadi ketika dicicilnya disiplin
memang ketemunya untungnya adalah Rp. 1.200.000,-. Tapi coba kalau ternyata
terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi
setelah 15 bulan, maka anda terkena bunganya menjadi 15% alias labanya
bertambah menjadi Rp. 1.500.000,-. Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan
untuk melunasi utang, semakin besar yang harus kita bayarkan.
Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing ada yang menambahi
DENDA dan BIAYA ADMINISTRASI, maka semakin riba yang kita bayarkan. Belum lagi
ada juga yang menerapkan bunga yang tidak terbayar terakumulasi dan bunga ini
akhirnya juga berbunga lagi.
2. Sistem riba seperti diatas
jelas2 sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan hak dari si
pembeli. Padahal namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.
Transaksi kedua SYARIAH
karena:
1. Sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti.
Misal pada contoh sudah disepakati harga Rp. 11.200.000,- untuk diangsur selama
12 bulan.
2. Misal ternyata si pembeli baru
mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih
tetap Rp. 11.200.000,- tidak boleh ditambah. Apalagi diistilahkan biaya administrasi
dan denda, ini tidak diperbolehkan.
Kalau begitu, si penjual jadi
rugi waktu dong? Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi. Tidak
boleh kita pasti untung dan orang lain yang merasakan kerugian.
Itulah kenapa Islam mengharamkan RIBA.
Islam ingin menjaga hak dan kewajiban antara si pembeli dan si penjual.
Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka setara.
Bayangkan dengan sistem ribawi, kita sebagai pembeli ada pada posisi yang
sangat lemah.
Jangan sampai gagal paham lagi ya? Hehe
Jangan lupa dishare lo...
Apakah sama RIBA dengan LABA SYARIAH?
4/
5
Oleh
Anonymous