Seperti halnya penentuan awal Ramadhan, pemberian
ucapan selamat Natal oleh seorang muslim kini ramai diperdebatkan. Mungkin
perdebatan seperti ini hanya terjadi di Indonesia, karena di Indonesia terdiri
dari berbagai suku dan agama yang berbeda-beda.
Perdebatan seperti ini adalah sesuatu yang
biasa di kalangan muslim. Masing-masing mempunyai dalil. Ada yang membolehkan
dan ada yang tidak. Semua harus saling menghargai. Di kalangan umat Islam
sendiri diajarkan untuk TOLERANSI.
Tidak sedikit dari umat Islam yang kurang tepat
dalam memahami makna toleransi ini. Toleransi itu artinya menghargai,
membiarkan, mengizinkan. Tetapi kita boleh sampai kepada “mengikuti”.
Contoh pertama:
Si A dan B berteman akrab. A seorang muslim dan B Kristen. Suatu
hari mereka jalan bareng naik motor. Saat adzan Magrib tiba, A berkata pada B,
"Sori Bro, kita berhenti dulu ya. Gue mau cari masjid dulu, mau
shalat."
"Oke," Jawab si B. "Gue tunggu di luar ya."
"Oke!"
Contoh kedua:
Si B ikut masuk ke masjid dan ikut shalat.
Si A ikut si B ke gereja untuk merayakan Natal.
Terdapat perbedaan antara contoh pertama dan
kedua. Contoh pertama menjelaskan makna toleransi terhadap agama lain, dengan
mengizinkannya beribadah tanpa menghina atau menghalanginya walaupun berbeda
keyakinan.
Contoh yang kedua adalah bukan lagi termasuk
toleransi yang tepat, tetapi itu adalah KEBABLASAN, karena dia telah mengikuti
keyakinan yang lain. Toleransi itu jelas menghargai, bukan mengikuti.
Belakangan ini sering terjadi dimana suatu
perusahaan atau toko “memaksa” kepada para karyawannya untuk memakai atribut
natal pada saat perayaan natal. Kalau seperti ini terjadi maka sudah melanggar
hak beragama seorang karyawan. Seharusnya umat muslim menghargai mereka yang
merayakan natal, dan mereka yang natal juga menghargai orang yang berbeda
keyakinan dengan mereka. Seperti itulah makna TOLERANSI.
Di kalangan umat islam juga sebenarnya
menimbulkan sesuatu yang terasa “lucu”, karena dari pihak Kristiani tdak pernah
meminta untuk diucapkan selamat pada saat Hari Raya mereka oleh seorang muslim.
Tetapi kenapa kita (muslim) ko yang repot memperdebatkannya?
Kenapa hanya hari Natal saja yang
dipermasalahkan? Kenapa Hari Raya agama yang lain tidak begitu “ramai” seperti
ini? Ya setiap konflik yang muncul pasti ada motif di belakangnya. Apalagi kita
hidup di Indonesia, terdiri dari berbagai macam suku dan agama.
Jadi, tetaplah saling bertoleransi antar umat
beragama. Apalagi agamanya sama, wajib toleransinya,, hehe
Salam Damai untuk NKRI-ku...
"MEREKA" yang Natalan, Ko "kalian" yang Repot
4/
5
Oleh
Anonymous